Rabu, 25 Juni 2008

Tunjangan Guru Sulit Cair


Pemkab Ngaku tak Punya Anggaran

TARKI – Kepala Bidang Perencanaan dan Penganggaran Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemkab Garut Heri Suherman mengakui Pemkab Garut kesulitan mencairkan anggaran tunjangan fungsional guru selama 15 bulan sebsar Rp18 miliar.

Oleh karena itu, kata dia, pencairan tunjangan fungsional hanya diberikan untuk 3 bulan saja. “Anggaran tunjangan fungsional selama 15 bulan sebesar Rp18 miliar, dan uang sebanyak itu tidak ada di kas daerah,” ujarnya kepada Radar, kemarin.

Tidak adanya uang di kas daerah, kata dia disebabkan legalitasnya seperti keputusan presiden baru diterima bulan Pebruari 2008. sedangkan surat edaran Departemen Keuangan, diterimanya bulan Mei 2008. “Jadi, kita terlambat menganggarkannya dalam APBD murni,” terangnya.

Disebutkan Heri, dana yang ditransfer per 31 Desember dari pemerintah pusat untuk pembayaran tunjangan fungsional guru hanya cukup untuk membayar tunjangan fungsional sebesar Rp3,6 miliar. “Sedangkan bulan April, tunjangan sudah naik. Bila tunjangan fungsional dinaikan selama 3 bulan itu, kebutuhan anggaran untuk tunjangan fungsional menjadi Rp4,8 miliar, berarti kita minus anggaran untuk tunjangan fungsional sebesar Rp1,2 miliar. Meskipun sudah kita ditambah Rp726 juta, masih minus sebesar Rp481,5 juta,” sebutnya.

Namun, kata dia, kekurangan itu sudah diajukan ke pemerintah pusat. “Kita sudah mengupayakan kekurangannya ke pemerintah pusat, kita juga akan berupaya untuk mengajukan dalam perubahan anggaran,” tukasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Garut H Bunyamin Lc menyatakan prihatin tidak dibayarkannya tunjangan fungsional guru selama 15 bulan tersebut. “Dalam keppres diamanatkan tunjangan fungsional harus dibayar dan dalam surat edaran Departemen Keuangan, tercantum adanya perintah pembayaran,” terangnya.

Lebih ironis, dinyatakan Mamat Rahmat Shaleh, panitia anggaran DPRD Garut. Dia menyatakan selama pembahasan APBD 2008, tidak pernah disentuh tunjangan fungsional guru.

Namun demikian, Bunyamin dan Mamat berjanji akan berupaya agar tunjangan fungsional bisa dibayarkan dan akan dibahas pada perubahan anggaran. “Kami akan berupaya keras karena sudah menjadi kewajiban kami. Bulan Juli 2008, data untuk perubahan APBD sudah masuk dan bulan Agustus sudah mulai pembahasan,” terang Bunyamin. (abi)

Melongok Purnama, Pengidap Kelainan Sejak Lahir


Tak Miliki Rongga Hidung, Tidur Selalu Tengkurap

Malang. Itulah nasib yang dialami Purnama Khairul Falah (2,5). Bocah tersebut harus menganggung beban karena harus bernafas melalui mulut akibat tidak memiliki rongga hidung.

Laporan
Dedi Hermawan
Sukaresmi

Sejak dilahirkan 23 Januari 2006, anak pasangan Ny Kokon (42) dan Wawan (47) ini, selain tak memiliki rongga hidung, tidak bisa pula melihat karena kulit dua bola matanya rapat.

Diutarakan sang ibu, sebenarnya, saat dilahirnya, anaknya menjalani proses kelahiran normal dengan berat 3 Kg. Namun, kelainan muncul karena rongga batang hidung tidak terlihat. Selain itu, matanya tertutup dan hanya terlihat garis mata yang memisahkan kulit mata bagian atas dan bawah.

“Waktu lahir, persalinannya normal, hanya saja tak nampak hidung serta mata yang rapat hingga tak bisa melihat,” kisah Kokon ketika ditemui di rumah panggung miliknya di Kampung Mester RT 01/06 Desa/Kecamatan Sukaresmi, kemarin.

Ditambahkannya, upaya untuk meringankan si kecil, ketika berumur 6 bulan matanya di operasi supaya bisa terbuka dan melihat. Namun, pascaoperasi, tetap saja belum bisa melihat sebab bola matanya kecil. “Dulu sempat dibawa ke rumah sakit di Bandung untuk operasi mata tetapi masih juga belum bisa melihat,” ujarnya lirih.

Tak hanya itu, saat ini diusia menginjak 2,5 tahun, Purnama belum bisa berjalan, padahal fisik dan kedua belah kaki tak nampak cacat. Tetapi, justru ia harus menanggung penderitaannya karena hanya mempunyai rongga mulut sebagai untuk bernafas. Sehingga, bila tidur, kata Kokon, anaknya harus tengkurap, sebab jika terlentang akan terasa sesak.

Kokon mengaku bukan tidak mau berusaha untuk kesembuhan anaknya, namun dengan penghasilan suaminya yang hanya sebatas tukang sol sepatu, sangat sulit untuk mendapatkan biaya pengobatan. “Suami saya jadi tukang sol di Bandung. Sebulan rata-rata penghasilnnya Rp250 ribu. Tapi tak jarang pula, bila pulang kampung, tak memberikan uang dapur karena tak dapat orderan,” keluhnya.

Ia berharap, pemerintah ataupun para dermawan, bisa membantu biaya pengobatan anaknya. “Saya dan suami, pernah bertanya ke RSHS Bandung, kata dokter untuk membuat rongga hidung dibutuhkan biaya Rp10 juta, belum untuk pengobatan matanya,” terang dia semakin pilu. (*)

Cecep Optimis Menangi Pilkada

TARKI – Meskipun tahapan partai-partai politik peserta pilkada belum memunculkan calon bupati atau wakil bupati yang akan diusung, namun KH Cecep Abdul Halim mengaku sangat percaya diri bisa memenangkan pemilihan kepala daerah. “Saya yakin pasti akan memang,” tegasnya kepada Radar kemarin.

Namun, ketua MUI ini mengaku tidak mengetahui apakah dirinya akan lolos seleksi atau tidak, di partai yang ia lamar, PPP (Partai Persatuan Pembangunan). “lihat saja nanti, apakah saya lolos dalam penjaringan atau tidak, yang jelas saya berkeyakinan akan memang,” ujarnya.

Kata dia, keyakinanannya didasari dukungan sejumlah tokoh masyarakat dan ulama. “Keyakinan saya berdasar dukungan ulama dan tokoh masyarakat,” tuturnya.

Sedangkan di tubuh PPP sendiri, saat ini, kader PPP Wahdan Bakri, ramai diperbincangkan. Bahkan Wahdan disebut-sebut bakal berpasangan dengan Rudy Gunawan, bakal calon bupati yang melamar ke Partai Golkar.

Sementara itu, calon dari PKS, Ahab Shihabnudin terus menguatkan namanya untuk maju dalam bursa Pilkada Garut. Bahkan, Ahab yang sudah jauh-jauh hari ditetapkan sebagai calon wakil bupati dari PKS, hanya tinggal menunggu waktu untuk berpasangan dengan cabup dari partai lain. (abi)

Uji Coba Roket, Pantai Selatan Ditutup

CIKELET – Obyek wisata Pantai Santolo di Kecamatan Cikelet dan Sayang Heulang Kecamatan Pamengpeuk akan ditutup sementara. Pasalnya, pada tanggal 1-2 Juli, di tempat tersebut, Lembaga Pengembangan Antariksa (LAPAN) akan melaksanakan uji coba roket.

Namun, penutupan ini, dikeluhkan Yayat Sutrisna, petugas penjaga tiket obyek wisata Santolo. Sebab, kata dia, hal ini akan sangat merugikan karena pengunjung akan mengurungkan niatnya berwisata ke Pantai Santolo.

“Dari sisi pendapatan asli daerah, jelas sangat merugikan karena wisatawan mengurungkan niatnya untuk berkunjung ke sini,” katanya.
Yayat mengungkapkan selama ini pihak LAPAN tidak pernah melakukan koordinasi dengan pengelola obyek wisata di Pantai Santolo dan Sayang Heulang, terkait jadwal peluncuran roket. “Tidak ada koordinasi sebelumnya, padahal saat ini musim liburan, banyak warga yang akan mengunjungi Santolo dan Sayang Heulang,” keluhnya.

Sementara itu, Cecep pengelola penginapan di Pantai Santolo, mengatakan bukan hanya wisatawan, warga sekitar pantai pun harus keluar dari Santolo dan Sayang Heulang, saat pelaksanaan peluncuran roket. “Nelayan yang biasa melaut juga harus menghentikan aktivitasnya,” terang dia. Cecep menambahkan hingga saat ini, dirinya belum mendapat keterangan pasti dari pihak LAPAN terkait rencana peluncuran roket.

Sementara itu, ketika Radar hendak mengkonfirmasi kepada Kepala LAPAN Muji Sujarwo, yang bersangkutan sedang berada di Jakarta. Namun, menurut sejumlah petugas jaga LAPAN, penutupan sementara obyek wisata Santolo dan Sayang Heulang hanya dilakukan saat diadakan peluncuran saja. “Paling hanya dua atau tiga jam, setelah itu bisa dibuka kembali, jadi warga tetap bisa mengunjungi obyek wisata Pantai Santolo,” terangnya. (ari)

Guru Cari Perhatian Cabup

TARKI – Sejumlah guru yang tergabung dalam Forum Guru Garut (Foggar) sepakat tidak akan memilih calon bupati dan wakil bupati yang dianggap tidak mempedulikan nasib guru.

Dadang, Ketua Foggar, mengatakan sikap tegas ini akan disebarkan ke guru-guru lain karena kesejahteraan guru yang dianggap kurang mendapat perhatian pemerintah. “Kita jangan memilih pemimpin atau calon bupati dan wakil bupati yang tidak pro terhadap rakyat,” tegasnya di sela-sela audensi dengan Komisi D DPRD Garut, kemarin.

“Tolong sampaikan kepada rekan-rekan lainnya, jangan memilih calon bupati dan wakil bupati yang tidak peduli terhadap nasib kita,” tambahnya.

Aku Dadang, saat melakukan dialog dengan calon bupati dan wakil bupati, dirinya tidak menemukan cabup yang proguru. “Tidak ada seorang pun calon yang menyuarakan nasib guru, kita jangan memilih mereka semua, bila perlu kita jangan ikut mencoblos,” tegasnya.
Pernyataan Dadang disambut sejumlah guru-guru yang ikut datang ke kantor DPRD. “Betul,” teriak mereka.

Bukan hanya itu, kata Dadang, pihaknya akan terus memantau penyampaian visi dan misi para cabup yang pro-terhadap guru. “Kita akan terus memantau, kalau ada calon yang peduli guru kita dukung, kalau tidak ada jangan didukung,” tegasnya. (abi)

STAIM Tuding Bawasda KKN

TARKI – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekoloh Tinggi Islam Al-Musadadiyyah (STAIM) Garut menuding adanya unsur kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di tubuh Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kabupaten Garut.

Dikatakan Ketua BEM STAIM Moch Reza Anshori kepada Radar, unsur KKN di Bawasda terlihat sangat kentalnya. “Kami sudah melihat indikasi ini sejak lama,” katanya.
Disinggung mengenai tuduhan tersebut harus didasari bukti-bukti, Reza menyatakan sangat mudah membongkarnya. “Kita lihat, banyaknya kasus korupsi, seperti munculnya kasus mamin, jaringan aspirasi masyarakat, munculnya permasalahan lelang pembangunan infrastruktur, kasus penerimaan tenaga kerja kontrak (TKK) dan banyak lagi kasus-kasus lainnya,” terangnya.

Sayangnya, kata dia, banyaknya permasalahan yang muncul, tidak terlihat upaya perbaikan yang didorong oleh Bawasda. “Bawasda itu sebagai lembaga pengawasan dan kontrol pemerintahan untuk pelayanan dan pengawasan yang dibekal anggaran, tapi kenapa anggaran makin besar masalah makin numpuk, dari sana kita melihat unsur KKN,” sebutnya.

Bukan hanya itu, menurut dia, melihat anggaran tahun 2008 sangat kontradiktif dengan kinerja Bawasda. “Dulu sempat muncul adanya isu korupsi Bawasda sebesar Rp8 miliar tahun anggaran 2006 dan 2007, kini anggaran pengawasan di Bawasda dalam APBD jauh lebih besar dan sangat besar, lantas produk apa yang sudah dikeluarkan bawasda?” ungkpanya.

Lebih jauh, menurutnya, harus lahir produk-produk kebijakan hasil pengawasan untuk memperbaiki citra pemerintah Kabupaten Garut. Sayangnya ketika hendak dikonfirmasi, Kepala Bawasda Hengky Hermawan sedang tidak ada di kantornya. (abi)
TARKI – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekoloh Tinggi Islam Al-Musadadiyyah (STAIM) Garut menuding adanya unsur kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di tubuh Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kabupaten Garut.
Dikatakan Ketua BEM STAIM Moch Reza Anshori kepada Radar, unsur KKN di Bawasda terlihat sangat kentalnya. “Kami sudah melihat indikasi ini sejak lama,” katanya.
Disinggung mengenai tuduhan tersebut harus didasari bukti-bukti, Reza menyatakan sangat mudah membongkarnya. “Kita lihat, banyaknya kasus korupsi, seperti munculnya kasus mamin, jaringan aspirasi masyarakat, munculnya permasalahan lelang pembangunan infrastruktur, kasus penerimaan tenaga kerja kontrak (TKK) dan banyak lagi kasus-kasus lainnya,” terangnya.

Sayangnya, kata dia, banyaknya permasalahan yang muncul, tidak terlihat upaya perbaikan yang didorong oleh Bawasda. “Bawasda itu sebagai lembaga pengawasan dan kontrol pemerintahan untuk pelayanan dan pengawasan yang dibekal anggaran, tapi kenapa anggaran makin besar masalah makin numpuk, dari sana kita melihat unsur KKN,” sebutnya.

Bukan hanya itu, menurut dia, melihat anggaran tahun 2008 sangat kontradiktif dengan kinerja Bawasda. “Dulu sempat muncul adanya isu korupsi Bawasda sebesar Rp8 miliar tahun anggaran 2006 dan 2007, kini anggaran pengawasan di Bawasda dalam APBD jauh lebih besar dan sangat besar, lantas produk apa yang sudah dikeluarkan bawasda?” ungkpanya.

Lebih jauh, menurutnya, harus lahir produk-produk kebijakan hasil pengawasan untuk memperbaiki citra pemerintah Kabupaten Garut. Sayangnya ketika hendak dikonfirmasi, Kepala Bawasda Hengky Hermawan sedang tidak ada di kantornya. (abi)

Warga Rebutan Raskin

LIMBANGAN – Kekeringan di Desa Neglasari Kecamatan Limbangan meluas. Awal bulan Juni, tanaman yang mengalami puso mencapai 50 hektar, namun saat ini, menjadi 75 hektar.

“Awal Juni kemarin, 50 hektar tanaman padi yang baru berusai 2 bulan mengalami puso, sekarang meningkat menjadi 75 hektar,” ujar Kepala Desa Neglasari Adang Jalaludin, kepada Radar, kemarin.

Meluasnya kekeringan, kata dia, disebabkan tidak adanya sumber air yang bisa mengairi sawah. “Meningkatnya tanaman padi yang puso akan menyulitkan masyarakat mendapatkan kebutuhan hidup, terlebih hasil panen sebelumnya digunakan untuk biaya ongkos garap dan pemupukan,” katanya.

Dia khawatir, warga yang terancam rawan pangan semakin bertambah bila tidak secepatnya diperhatikan pemerintah kabupaten (pemkab). “Sekarang saja, warga mulai berebutan mendapatkan bantuan beras bagi keluarga miskin (raskin),” terangnya.

Tambah dia, kekeringan tahun ini merupakan bencana alam terparah di desanya. “Sebelumnya tidak pernah kering seperti ini. Mudah-mudahan saja pemkab segera memperhatikan nasib rakyat,” tukasnya. (nal)

Uang Negara Belum Masuk Kas

TARKI – Sekretaris Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Garut Totong menyebutkan berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006, tidak semua uang negara sudah dikembalikan ke kas daerah. “Bila melihat data awal, kemungkinan masih ada uang negara yang belum dikembalikan,” ujarnya kepada Radar, kemarin.

Namun kata dia, pihaknya belum sempat mengecek jumlah total uang negara yang harus dikembalikan ke kas daerah. “Saya belum mengecek, jadi belum tahu total uang negara yang masih ada di luar kas daerah,” katanya.
Totong juga mengatakan BPKD belum menerima hasil audit BPK untuk penggunaan APBD 2007. “Hasil audit BPK atas pelaksanaan APBD 2007, kita belum menerimanya,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Garut Ir Lucky Lukmansyah Trenggana menyayangkan belum seluruhnya uang negara dikembalikan ke kas daerah. “Bila hasil pemeriksaan BPK belum dikembalikan oleh pihak yang bersangkutan, kami sangat menyayangkannya, sesal dia.

Sebab, kata dia, uang negara yang seharusnya dikembalikan ke kas daerah akan masuk pada perhitungan sisa lebih anggaran (Silpa) dan akan dihitung dalam perubahan anggaran. “Bila uang negara hasil audit BPK masuk kas daerah maka akan masuk silpa dan akan dihitung pada perubahan anggaran. Jadi, bila tidak dikembalikan maka akan berpengaruh pada silpa,” teranganya.

Namun, kata dia, jika pengembalian uang negara terlambat maka akan dimasukan pada anggaran murni. “Tapi, bila silpa belum masuk dalam perubahan anggaran maka akan dimasukan pada anggaran murni APBD,” ujarnya.

Oleh karena itu, ujar dia, sangat disayangkan bila hasil pemeriksaan APBD tahun 2006, belum seluruhnya masuk ke kas daerah. “Bila uang negara hasil audit BPK tahun 2006 belum dikembalikan, bagaimana dengan hasil audit BPK atas pelaksanaan APBD 2007? Sebab tidak menutup kemungkinan, ada uang negara yang harus dikembalikan juga,” katanya.

Sementara itu, salah seorang kepala dinas yang enggan disebutkan namanya mengakui bila ada uang negara yang belum dikembalikan ke kas daerah. “Memang, uang negara hasil audit BPK sulit dikembalikan kerena uang tersebut ada di pihak lain,” ujarnya tanpa menyebut lebih rinci. (abi)

Proyek Sabo Dam Berlanjut


CIBATU – Meskipun sempat diprotes masyarakat dan Muspika Leuwigoong, pengerjaan sabo dam Sungai Cimanuk di betulan Kampung Asem Kulon Desa Keresek Kecamatan Cibatu terus berlanjut.

Pantauan Radar dilapangan, pekerja masih melaksanakan tahap awal berupa pembuatan saluran baru yang difungsikan untuk membuang air karena sungai lama akan dibangun sabo dam.

Kendati sungai yang baru sudah selesai dan berfungsi, namun masih mengalami kendala resapan air sehingga lokasi saluran sungai selalu dipenuhi air.

Yudi, petugas proyek, membenarkan kendala resapan air tersebut. Menurutnya, hambatan itu sudah biasa dalam pelaksaan proyek. “hal-hal seperti ini sebenarnya tidak pernah diperhitungkan, namun sebagai pelaksana, tetap harus mampu mengerjakan sabo dam ini sesuai dengan program yang ada,” katanya. (nal)

Siswa Paket B Kesulitan Biaya

SUKAWENING – Dari total 103 peserta ujian nasional (UN) di SMP Yaspri Maripari Sukawening, 11 orang dinyatakan tidak lulus. Sebab, nilai ujian matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan IPA kurang dari 4,25.

Wakil Kepala SMP Yaspri Maripari Edi Junaedi tak menyangka kesebelas anak didiknya tak lulus UN. Pasalnya, kata dia, berdasar penilaian ulangan sehari-hari, prestasinya cukup menggembirakan. “Mungkin mereka grogi saat mengikuti UN karena pengawasnya disilang. Dan ini sangat berpengaruh saat siswa mengisi lembaran soal,” kilahnya.

Dijelaskannya, bagi siswa yang tak lulus UN, mereka masih memiliki kesempatan memperoleh ijazah setara SMP melalui ujian paket B. “Peluang semacam itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bila secepatnya ingin memperoleh ijazah setara SMP,” katanya.

Namun, berdasarkan penelusurannya, sebelas peserta UN SMP Yaspri Maripari yang tak lulus UN, ternyata kelabakan dana untuk biaya ujian paket B. Sebab, kehidupan ekonomi orang tua mereka lemah. Padahal, kata dia, para orang tua mereka menginginkan agar anak-anaknya bisa mengikuti ujian paket B. “Mereka banyak yang tak mampu membayar biaya ujian paket B sebesar Rp100.000,” terangnya.

Sedangkan sekolah, tutur Edi, hanya sebatas memfasilitasi lokasi ujian paket B. “Kita juga keberatan bila harus menanggung biaya ujian paket B,” katanya.
Oleh karena itu, Edi meminta para orang tua siswa agar berjuang keras menyediakan biaya ujian paket B. “Apalagi ijazah paket B setara dengan ijazah SMP dan bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi,” tukasnya. (nal)